The technology of modern war.

Essay by p4sc4lHigh School, 10th grade April 2003

download word file, 10 pages 3.5

Downloaded 47 times

Saat angkatan bersenjata Amerika pergi berperang, situasi medan perang tidak akan seperti yang sudah-sudah. Tentara tidak lagi melihat prajurit musuh secara langsung. Senjata tidak lagi dibidik menggunakan kejelian mata. Beberapa peserta perang bahkan mungkin tidak perlu menginjakkan kaki ke medan perang.

Mengapa? Karena semuanya dilakukan dari jarak jauh. Peluru kendali mampu menempuh jarak yang tidak terbayangkan sebelumnya. Pesawat dapat melihat musuh dalam jarak di luar pandangan mata. Bahkan medan perang mungkin akan diisi mesin-mesin tanpa awak yang mampu menyebabkan kemusnahan massal.

Tidak hanya itu. Mesin-mesin perang pun mengalami kemajuan menjadi monster-monster cerdas. Peluru mencari sasarannya sendiri. Sistem-sistem pengintai memberitahukan letak musuh. Dan sistem pertahanan bereaksi secara otomatis terhadap serangan.

Secara sekilas pertunjukkan teknologi senjata itu dapat kita lihat pada Perang Afghanistan beberapa waktu lalu. Di medan itu, sangat sedikit pasukan AS yang terlibat perang langsung "man-to-man" dengan pejuang Taliban bila dibanding dengan pendaratan Normandia pada Perang Dunia II misalnya. Hampir semua digantikan mesin.

Namun apa yang dilihat di Afghanistan itu, sekali lagi, baru "cuplikan" dari kemampuan senjata canggih masa kini.

Maka bila AS jadi menyerang Irak, dunia akan disuguhi pertempuran yang tidak seimbang, terutama dalam hal persenjataan. Dan semua itu tidak lepas dari teknologi. Bila AS akhirnya memenangkan perang itu, maka kemenangan sebenarnya adalah pada teknologi.

Cepat, Pintar, Ringan

Suatu serangan gabungan dari Angkatan Bersenjata AS akan memperlihatkan pada kita doktrin militer yang dianut negara itu, yaitu persenjataan yang lebih cepat, lebih ringan, dan lebih pintar. Pentagon menyebut doktrin baru itu sebagai RMA atau "revolution in military affairs," sebuah doktrin yang bukan melulu hadir dari hasil pemikiran Pentagon, namun juga berasal dari pabrik-pabrik pembuat senjata.

Di samping produsen senjata yang sudah dikenal seperti General Dynamics, Lockheed Martin, Northrop Grumman, and Raytheon, senjata-senjata AS tidak lepas dari campur tangan perusahaan teknologi yang mungkin kurang dikenal atau yang sangat terkenal seperti IBM dan Hewlett-Packard. Dan dengan demikian AS menciptakan suatu industri militer yang kompleks karena beragamnya pihak yang terlibat.

Di bawah ini beberapa contoh senjata pintar yang merupakan hasil karya gabungan antara pembuat senjata "tradisional" dengan teknologi masa kini yang menghasilkan senjata mematikan sekaligus juga sangat pintar.

DARAT

Perubahan doktrin dalam tubuh militer AS telah mengubah fungsi dan peranan pasukan darat dan marinir dalam peperangan. Meski mereka masih merupakan pasukan pertama yang menginjakkan kaki di wilayah musuh, namun mereka bukanlah pasukan yang pertama menembakkan senjatanya. Seperti dalam beberapa peperangan terakhir, peluru-peluru pertama justru dimuntahkan dari pesawat-pesawat canggih yang tidak terlihat radar musuh. Walau demikian bukan berarti pasukan darat ini tidak memperbaiki persenjataannya.

Tactical High-Energy Laser

Salah satu senjata yang tidak sesuai harapan dalam Perang Teluk lalu adalah sistem anti peluru kendali (rudal) Patriot. Patriot beberapa kali gagal menghancurkan rudal Scud yang ditembakkan Irak. Karena kegagalan itu Pentagon bekerjasama dengan Israel mencoba pendekatan baru dalam menghadapi peluru lawan, yakni dengan membakarnya!

Tactical high-energy laser (THEL) adalah senjata sinar laser yang mampu mengunci sasaran bergerak cepat seperti rudal, dan mampu menghancurkannya dalam hitungan detik menggunakan panas. Dalam suatu uji coba THEL berhasil merontokkan lebih dari 25 rudal, bahkan berhasil menembak peluru artileri yang bergerak lebih cepat. Senjata penangkal rudal buatan Ball Aerospace & Technologies ini memerlukan dana 250 juta dollar AS untuk setiap instalasi di medan perang.

SoldierVision

Kacamata sinar X tembus pandang bukan hanya ada di film. Kini tentara modern memiliki piranti pembantu penglihatan yang bisa menembus tembok sejauh 9 meter. Alat bernama SoldierVision ini mampu memancarkan gelombang radio berdaya rendah yang menembus penghalang, lalu memantulkan citra benda yang ada di balik penghalang tersebut. Citra benda kemudian dianalisa dan "diberi warna" sehingga bisa ditentukan apakah yang bersembunyi di balik tembok adalah orang sipil atau musuh bersenjata.

Alat pengindra lapangan ini dibuat oleh Time Domain, sebuah perusahaan di Huntsville, Alabama yang memegang paten beberapa teknologi ultra-wideband. Piranti-piranti SoldierVision seharga 29.500 dollar AS per buah itu telah dikirimkan ke pasukan angkatan darat AS Oktober lalu.

Kendaraan Lapis Baja Stryker

Selain kendaraan penggempur semacam Tank M1 Abrams yang beratnya hampir 70 ton, pasukan darat memerlukan mesin yang mampu membawa prajurit dan senjatanya ke berbagai medan perang dengan cepat. Untuk keperluan itu hadirlah kendaraan lapis baja Stryker. Dengan berat hanya 19 ton, Stryker bisa dibawa ke seluruh penjuru dunia menggunakan pesawat angkut standar.

Stryker hadir dalam dua varian utama, yakni kendaraan perang yang dilengkapi meriam 105 mm, dan kendaraan pengangkut pasukan yang mampu membawa 11 prajurit dengan kecepatan 100 km per jam sejauh 480 km. Kendaraan serbaguna seharga 1,5 juta dollar AS ini dibuat oleh General Motors dan General Dynamics, namun sistem persenjataannya dibangun oleh perusahaan senjata Norwegia, Kongsberg Protech. Sistem Kongsberg memungkinkan para serdadu menembak memakai senapan mesin, melontarkan granat, bahkan memperbaiki beberapa kerusakan kecil dari dalam kendaraan, tanpa harus mengeluarkan anggota tubuhnya.

UDARA

Dengan makin canggihnya teknologi maka peperangan jaman sekarang menjadi seperti permainan videogame. Pesawat-pesawat jaman sekarang dilengkapi sistem dan layar yang mampu mengetahui keberadaan musuh, mengunci sasaran dan menembaknya. Peluru yang digunakan pun adalah peluru pintar yang dapat menghancurkan sasaran dengan akurat. Di lain pihak, musuh akan sulit mendeteksi kehadiran pesawat karena dilengkapi teknologi siluman yang memungkinkannya tidak tampak di radar. Contoh-contoh kecanggihan senjata tempur udara diperlihatkan lewat mesin-mesin berikut ini.

F/A-22 Raptor

Raptor adalah "burung pemangsa" yang berbeda dibanding pesawat tempur yang dikenal selama ini. Dirancang oleh Boeing, General Dynamics, dan Lockheed Martin, struktur Raptor yang terbuat dari bahan komposit dan titanium membuat pesawat itu sangat lincah sekaligus bersifat siluman.

Mesin ganda yang dimilikinya mampu menerbangkan Raptor melebihi kecepatan suara tanpa harus memboroskan bahan bakar. Pesawat seharga 100 juta dollar AS ini dipersenjatai dengan 6 rudal udara ke udara AMRAAM yang disimpan di dalam tubuhnya untuk mengurangi pelacakan radar. Rudal itu diluncurkan menggunakan tangan hidrolis yang akan melontarkannya secepat kilat sehingga ruang penyimpanan senjata itu hanya terbuka sebentar, kurang dari satu detik.

Skuadron Raptor pertama mungkin belum akan siap diterjunkan ke medan perang hingga tahun 2005, namun bukan mustahil burung-burung pemangsa itu terlihat dalam peperangan dalam waktu dekat untuk uji coba keampuhannya.

Radar Anti Rudal Penjelajah JLENS

Radar yang dipasang di permukaan tanah memiliki kelemahan yaitu tidak mampu mendeteksi peluru kendali yang terbang rendah mengikuti kontur bumi. Untuk mendeteksi rudal penjelajah semacam itu, radar yang berada di udara memiliki kemampuan lebih baik. Masalahnya jarang ada pesawat terbang di udara yang bisa memberikan coverage menyeluruh. Balon udara berteknologi tinggi akhirnya dipilih guna mengisi kesenjangan tersebut.

Joint Land Attack Cruise Missile Defense Elevated Netted Sensor (JLENS) adalah radar yang dipasang pada balon udara tanpa mesin. Pada balon sepanjang 70 meter yang berisi gas helium itulah radar diterbangkan di ketinggian 4.500 meter. Dibangun oleh TCom, perusahaan yang bergerak di bidang pesawat tanpa awak, beberapa varian JLENS dapat membawa beban seberat 1.500 kg selama 30 hari dan mampu menahan angin berkecepatan 160 km/jam. Untuk instalasi JLENS dibutuhkan biaya sebesar 130 juta dollar AS.

Pesawat Tanpa Awak MQ-9B Predator B

Semenjak kehadirannya dalam kancah konflik Bosnia tahun 1995, pesawat tanpa awak (unmanned aerial vehicle atau UAV) menjadi salah satu fokus pembangunan persenjataan robotik AS. Predator awalnya hanya digunakan sebagai pesawat mata-mata. Namun dalam perkembangannya pesawat itu dilengkapi rudal berpenuntun laser, Hellfire. Terakhir kali Predator bersenjata itu terlihat dioperasikan di Afghanistan dan Yaman.

Dalam perkembangan terkini, pihak AS akan segera menghadirkan Predator B yang dapat membawa 14 rudal Hellfire atau enam buah bom pintar seberat 250 kg. Predator baru ini juga akan mampu meluncurkan sekawanan UAV mini yang berbentuk seperti capung metalik. Predator dikembangkan oleh General Atomics, perusahaan dari San Diego yang dulunya merupakan divisi energi nuklir dari General Dynamics. Satu unit pesawat itu berharga 7,8 juta dollar AS.

LAUT

Masa dimana kapal-kapal perang saling menembakkan meriam di laut lepas sepertinya sudah berakhir. Armada-armada Angkatan Laut modern saat ini dirancang untuk melakukan serangan ke darat atau melakukan operasi di daerah pantai. Kapal-kapal perang ini dimaksudkan untuk mampu menghancurkan sasaran di darat maupun di udara.

Selain itu, kapal masa kini juga mengemban tugas-tugas baru yaitu sebagai titik-titik vital dalam jaringan informasi. Fungsi itu membuat kapal perang berfungsi sebagai platform terapung untuk mengumpulkan informasi terbaru dari intelijen di medan tempur lalu meneruskan ke markas Angkatan Bersenjata. Dengan tugas yang makin kompleks, maka persenjataan yang diusung juga makin canggih. Berikut kelengkapan yang diperlukan untuk mengemban misi tersebut.

Sistem Persenjataan Phalanx MK-15

Phalanx adalah sistem pertahanan terakhir untuk melindungi kapal dari peluru kendali, pesawat tempur atau kapal perang lain. Disebut pertahanan terakhir karena pada umumnya segala bentuk serangan yang mengancam atau mendekati kapal induk telah terlebih dahulu disergap menggunakan pesawat atau peluru kendali.

Diperkenalkan 25 tahun lalu, Phalanx adalah meriam robotik yang mampu menyemburkan tirai peluru 20mm untuk menghadang peluru kendali atau pesawat yang mendekati kapal. Untuk menghadapi peluru kendali pintar atau pesawat yang mampu menghindari radar, Brashear, perusahaan optik yang bermarkas di Pittsburgh, menciptakan sistem kontrol infra merah baru untuk Phalanx, sehingga meriam itu mampu mengunci sasaran cepat seperti peluru kendali yang meluncur dengan kecepatan suara.

Kapal Angkut Strategis T-AKR

Salah satu perangkat penting untuk menjawab tantangan militer dalam hal kecepatan bergerak adalah garasi terapung. Hal ini diwujudkan pada kapal baru kelas Bob Hope yang dapat membawa 50 buah tank dan 900 kendaraan berat lain. Di dalam tubuh kapal terdapat tujuh tingkat kargo yang dihubungkan dengan elevator, sehingga muatan dapat dengan cepat dibongkar.

Meski berukuran sangat besar, kapal ini hanya butuh 26 orang awak dan mampu berlayar dengan laju 24 knot. Garasi terapung ini dibuat oleh General Dynamics dan Northrop Grumman, namun pihak AL AS menyerahkan pengoperasiannya pada Maersk Line dan Patriot Contract Services.

Kapal Perusak Kelas Arleigh Burke

Dengan panjang sekitar 150 meter, kapal perusak kelas Arleigh Burke termasuk kapal kecil dibanding kapal-kapal perang yang dipakai dalam Perang Dunia II. Namun ia jauh lebih tangguh. Kapal yang disebut Flight IIA ini membawa rudal-rudal penjelajah Tomahawk dan helikopter penyapu ranjau. Namun sistem yang paling mengagumkan yang dimilikinya adalah radar Aegis versi terbaru, yang mampu mengkoordinasikan serangan simultan terhadap kapal musuh, kapal selam, pesawat tempur lawan, maupun peluru kendali.

Yang mengherankan, kepintaran sistem serangan Aegis tersebut tidak lepas dari perusahaan-perusahaan teknologi komersial seperti IBM dan HP yang pirantinya dipakai menjalankan sistem operasi pertahanan. Northrop Grumman, pada bulan April 2004, berencana meluncurkan kapal perusak pertamanya yang dilengkapi radar Aegis, yakni USS Pickney.

ANGKASA

Senjata-senjata di bumi memang mampu menembakkan peluru mematikan, tapi piranti-piranti di angkasalah yang mengendalikan peperangan. Seperti diketahui jaringan satelit memungkinkan pasukan-pasukan berkomunikasi, melihat kegiatan dan kekuatan lawan, dan menentukan lokasi kawan atau lawan dengan sangat akurat. Tanpa satelit, banyak persenjataan canggih milik AS tidak akan berfungsi dengan baik. Berikut satelit-satelit penentu peperangan.

Satelit Bandwidth

Militer modern memerlukan bandwidth yang lebar. Bayangkan saja, untuk mengirimkan gambar video resolusi tinggi, sebuah pesawat mata-mata tanpa awak Global Hawk memerlukan bandwidth 500 megabit per detik! Untuk keperluan semacam itu Pentagon telah mengoperasikan dua gugusan satelit komunikasi buatan Lockheed Martin.

Meski demikian karena kebutuhan militer sangat banyak, maka Departemen Pertahanan AS juga menyewa kapasitas bandwidth dari satelit-satelit komersial. Salah satunya adalah menggunakan satelit Intelsat yang harga per satelitnya mencapai 200 juta dollar AS. Penggunaan ini menimbulkan kontroversi karena beberapa pemegang saham Intelsat adalah pihak-pihak yang selama ini menjadi musuh AS, seperti Irak dan Iran.

Satelit Pengamat SBR

Satelit mata-mata konvensional menggunakan kamera resolusi timggi yang mampu membedakan sebuah Toyota Kijang dengan Isuzu Panther dari jarak 650 km di atas bumi. Namun kamera-kamera itu tidak bisa memberitahukan apakah sasaran sudah berpindah dan mereka dengan mudah bisa dibutakan oleh awan atau kegelapan.

Untuk itu dibuatlah program bernama space-based radar (SBR) terdiri dari 24 satelit yang memanfaatkan sinyal radar untuk menelusuri sasaran bergerak dimanapun di dunia, dalam segala cuaca. Meski armada satelit seharga 750 juta dollar AS per unitnya ini belum akan dioperasikan, namun perusahaan Spectrum Astro dari Gilbert, Arizona telah menandatangani kontrak untuk merancang prototipe awalnya.

Satelit GPS IIR

Dioperasikan oleh Angkatan Udara, gugusan satelit global positioning system (GPS) Navstar adalah sistem angkasa luar militer AS yang paling dikenal. Dibangun tahun 1978, Navstar terdiri dari 27 satelit yang mampu memberi informasi mengenai waktu dan posisi sebuah benda dengan tingkat akurasi hingga hanya beberapa meter.

Kelompok satelit itu kini semakin akurat berkat kehadiran satelit-satelit GPS IIR buatan Lockheed Martin yang mampu memberi informasi sangat persis, selain juga memberikan sinyal yang lebih kuat. Di samping berbagai kemampuan tambahan itu terdapat pula generator gelombang yang dikembangkan ITT Industries, dari White Plains, N.Y. Generator tersebut berfungsi memperkuat sinyal satelit. Ia dihubungkan dengan sebuah software yang memungkinkan satelit merekonfigurasikan sinyal selama di orbit, sehingga sulit bagi musuh untuk mengganggu jaringan GPS tersebut.

JARINGAN

Komponen utama dari doktrin perang yang dimiliki Pentagon bukan melulu persenjataan, namun juga jaringan informasi. Pihak militer ingin merangkai potongan-potongan informasi yang diperoleh intelijen menjadi gambaran yang utuh mengenai situasi medan perang, yang bisa di-share oleh unit-unit pasukan di lapangan dalam waktu singkat. Pencapaian ide itu mungkin tidak mudah, namun teori dasar di baliknya sebenarnya sederhana: Jika tiap prajurit menjadi bagian dari jaringan, maka jaringan itu akan menjadi mesin perang yang sangat ampuh. Oleh sebab itu Pentagon berusaha menjadikan tiap prajuritnya sebagai bagian jaringan dengan melengkapi mereka dengan piranti canggih yang saling berhubungan.

Pocket-Sized Forward Entry Device (PFED)

PFED adalah komputer genggam yang dibuat khusus untuk mereka yang mengintai di garis depan, seperti mata-mata yang berada di dekat garis pertahanan musuh untuk memberitahu koordinat serangan udara. Piranti itu dilengkapi dengan software khusus untuk menghitung koordinat musuh sehingga target dapat ditentukan dengan tepat.

PFED dibuat oleh General Dynamics dan perusahaan elektronik asal Florida, Talla-Tech. Piranti seharga 2.300 dollar AS ini memanfaatkan komponen-komponen yang terdapat pada motherboard, layar, dan bagian lain dari PDA buatan Compaq (sekarang dibeli HP), IPaq h3900.

Combined Arms Tactical Trainer (CATT)

Setiap tentara memerlukan latihan gabungan agar siap menghadapi peperangan di segala medan, baik darat, laut maupun udara. Latihan perang itu tentu saja memakan biaya sangat besar dan mencakup wilayah sangat luas. Untuk menyederhanakannya diciptakanlah mesin simulasi perang-perangan bernama Combined Arms Tactical Trainer (CATT). Dalam CATT prajurit bisa berlatih kemampuan kerjasama menggunakan piranti-piranti networking dalam simulator perang.

CATT meliputi ruang latihan seluas dua kali lapangan sepak bola. Simulator ini bisa dibuat sangat realistis, misalnya awak tank bisa melihat daratan secara 3 dimensi lewat periskop, sementara pasukan infantri dapat berlath melompat dari kendaraan lapis baja dengan simulator yang dirancang khusus untuk itu. Pendek kata pasukan yang berlatih di simulator buatan Quantum 3D ini akan merasa lebih dari sekedar mengoperasikan videogame super besar.

Rivet Joint RC-135

Pesawat RC-135 Rivet Joint adalah telinga National Security Agency (NSA). Pesawat ini dilengkap teknologi pencegat sinyal yang memungkinkan awaknya --terdiri dari para analis, teknisi, ahli bahasa, dan pemecah kode-- mendengarkan percakapan musuh. Maka armada ini adalah bagian vital dalam jaringan militer. Rivet Joint dibangun pada pesawat Boeing 707 yang terbang sejak 40 tahun lalu. Pesawat seharga 31,5 juta dollar AS itu kini menerima sistem elektronik baru yang dikembangkan oleh L-3 Communications.

L-3 meningkatkan kemampuan mendengar RC-135 dengan mengintegrasikan data dari sistem avionik pesawat, global positioning receiver, radar Doppler, serta antena yang mampu mendengar sinyal radio samar-samar dari jarak 500 km. Data itu kemudian dirangkai menjadi informasi utuh yang jelas. Upgrade yang dilakukan pada armada RC-135 akan selesai tahun 2005.